Rabu, 01 September 2010

CINTA ANTARA ANUGERAH DAN MUSIBAH

Cinta sebagaimana fitrahnya merupakan anugerah dan cinta juga musibah. Cinta menjadi kenikmatan bila karena Allah dan dijalan-Nya.

Cinta yang fitri kata orang bijak adalah buah yang tak mengenal musim dan dapat dipetik oleh siapa pun. Cinta yang demikian tak jadi masalah kepada siapa dan seberapa besar asalkan karena Allah dan dijalan-Nya.

antara cinta kepada Allah yang tidak menelantarkan cinta kepada makhluk, dan cinta kepada makhluk yang tidak melalaikan bahkan senantiasa dalam cinta kepada Allah Sang Khalik.

Perasaan cinta pada dasarnya sebuah kenikmatan. Betapa indahnya hidup yang dipenuhi cinta sejati dan betapa sengsaranya hidup yang dipenuhi kebencian. Orang yang dipenuhi semangat cinta yang suci mulia akan selalu merasa bahagia sebelum orang lain bahagia sehingga mendorongnya untuk memiliki sikap tenang, damai, puas dan ridha. Bahkan cinta merupakan energi dahsyat kehidupan yang mengilhami Lao Tzu, filsuf Cina yang hidup sekitar abad ke-6 SM untuk merangkai kata mutiara bahwa dicintai secara mendalam oleh seseorang akan memberimu kekuatan, dan mencintai seseorang secara mendalam akan memberimu keberanian. Demikian Plato filsuf Yunani kuno juga berkesimpulan bahwa cinta adalah sumber keindahan sehingga dengan sentuhan cinta setiap orang dapat menjadi pujangga.

Perasaan cinta yang dialami setiap jiwa manusia memang sebuah misteri sebagaimana fenomena ruh (jiwa)
Mabuk asmara sebagaimana dikatakan filosof Plato merupakan cinta buta yang bergelora dalam jiwa yang kosong. Aristoteles juga berujar: “Cinta buta adalah cinta yang buta untuk melihat kesalahan orang yang dicintai. Cinta buta adalah kebodohan yang membalikkan hati yang hampa, sehingga ia tidak lagi mau memikirkan yang lain.” Oleh karena itu perlu manajemen cinta untuk menghindarkan ekses negatif dan efek kegilaan cinta yang menjurus kepada cinta buta yang sangat berbahaya sebagaimana dilukiskan penyair Qais: “Kau gila karena orang yang kau cinta. Memang cinta buta itu lebih parah dari gila. Orang tidak bisa sadar karena cinta buta, sedang orang gila bisa terkapar tak berdaya”. Bahkan yang lebih parah lagi bila cinta menghanyutkan seseorang sehingga melupakannya dari prioritas cinta lainnya seperti melupakan ataupun menduakan cinta kepada Allah yang dapat berakibat syirik.

Cinta memang persoalan hati (qalbu) dan hati seperti namanya adalah bersifat labil (yataqallabu) sehingga yang diperlukan adalah upaya maksimal lahir batin dalam pengendaliannya secara adil untuk setiap yang berhak atasnya.

Melalui proses manajemen dan pengendalian cinta, seseorang dapat menjadikan perasaan cinta sebagai motivasi kontrol dalam kerangka kebajikan dan kemuliaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar